Penalutim.com, Luwu Timur – Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso sangat menyayangkan dengan tindakan pihak Kepolisian Ditreskrimsus Polda Sulsel. Sebab, dirinya dijadikan saksi dalam perkara Dirut PT. CLM Helmut Hermawan.
Untuk itu, Sugeng meminta Kapolri mencopot Dirkrimsus Polda Sulsel, Kombes Helmi Kwarta Kusuma Putra atas penyalahgunaan kewenangan penyidikan karena bertindak sewenang wenang alias gelap mata memanggil.
“Pencopotan harus dilakukan karena Kombes Helmi Kwarta Kusuma Putra telah menghianati ucapan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menyatakan bahwa siapa pun yang berani memberikan kritik paling pedas kepada Polisi akan menjadi sahabat Kapolri,” kata Sugeng.
Oleh sebab itu, pemanggilannya sebagai saksi dari perkara Helmut Hermawan yang ditangkap dan ditahan Ditreskrimsus Polda Sulsel sejak 23 Februari 2023, dianggap keliru. Sebab penyidik mengkaitkan rilis IPW 23 Februari 2023 adalah ngawur dan bentuk kepanikan menghadapi tekanan.
“IPW bertindak sebagai pemantau kinerja kepolisian yang diantaranya menyangkut dugaan penyalahgunaan kewenangan termasuk oleh Dirkrimsus Polda Sulsel. Peran nyata, ketidak profesionalan dan penyalahgunaan wewenang Dirkrimsus Polda Sulsel Kombes Helmi Kwarta Kusuma Putra terhadap laporan polisi oleh anggota polisi nomor: LP/A/421/XI/2022/DITKRIMSUS/SPKT POLDA SULSEL tertanggal 16 November 2022. Sedang laporan model A itu langsung dinaikkan status sidiknya pada hari yang sama tanggal 16 November 2022 dengan nomor sprindik:
Sp. Sidik/84.a./XI/2022/Ditreskrimsus,” sambung Sugeng.
Namun dengan adanya laporan ke Propam Polri beber Sugeng, salah satunya tentang adanya kesamaan tanggal laporan polisi dengan naiknya sidik oleh Ditkrimsus Polda Sulsel membuat direkturnya “gelagapan” sehingga dibuatlah sprindik baru Nomor: Sp.Sidik/84.a.1/I/2023/Ditreskrimsus, tanggal 30 Januari 2023. Ini merupakan bentuk akal-akalan penanganan kasus pencaplokan usaha tambang nikel PT. CLM yang semula milik Helmut Hermawan dan dirampas kubu Zainal Abidinsyah Siregar.
Oleh sebab itu, pemanggilan dirinya sebagai saksi dalam LP Nomor: LP/A/421/XI/2022/DITKRIMSUS/SPKT POLDA SULSEL tertanggal 16 November 2022 sama sekali tidak tepat karena bertentangan dengan KUHAP. Apalagi, rujukan permintaan keterangan berdasar rilis IPW 23 Februari 2023 yang isinya adalah sikap kelembagaan IPW mengkritisi dugaan penyalahgunaan kewenangan Dirkrimsus Polda Sulsel.
Panggilan tersebut tuturnya, diberi judul panggilan pertama. artinya bisa diduga bila dirinya (Sugeng Teguh Santoso) tidak hadir, akan dimainkan kewenangan dengan panggilan kedua yang bila tidak dihadiri akan dijemput paksa sekedar untuk mengintimidasi pihak yang dipanggil.
“Saksi adalah orang yang akan memberikan keterangan tentang fakta peristiwa tindak pidana sesuai tempus dan lokus serta peristiwa. Sementara saya (Sugeng) tidak berada pada tempat dan waktu atau terlibat dalam peristiwa dalam LP Nomor: LP/A/421/XI/2022/DITKRIMSUS/SPKT POLDA SULSEL tertanggal 16 November 2022,” terangnya.
Untuk itu, pemanggilan dirinya sebagai saksi dinilai sangatlah ngawur dan diduga penyalahgunaan kewenangan. Sekaligus sebagai bukti dugaan kriminalisasi yang selalu digunakan Dirkrimsus dalam kasus ini.
“IPW mengakui dalam beberapa rilisnya, mengkritisi adanya kedudukan seorang pengusaha berinisial SA, dalam putaran kasus ini juga dalam kaitan kasus suap konsultan pajak perusahaan milik SA terhadap pejabat Ditjen Pajak senilai 3,5 juta Dolar singapore. Muncul pertanyaan apakah pemanggilan ini terkorelasi dengan sikap kritis IPW tsb,” tegasnya.
Yang pasti sambungnya, pernyataan IPW adalah pendapat organisasi sehingga kalau mau diminta keterangan maka yang dapat diberikan adalah pendapat sesuai keahlian. Artinya sebagai saksi ahli bukan saksi fakta. (***)