Penalutim.co.id, Jakarta – Menjelang Pilpres 2019, sejumlah mahasiswa Sulawesi Selatan se Indonesia menyatakan sikap terkait Capres yang bebas dari Indikasi pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Dalam pembacaan dan Petisi Ikrar “Tolak Capres Pelanggar HAM” mereka mengungkapkan bahwa kepemimpinan nasional ke depannya haruslah orang-orang pro akan reformasi, terbebas dari sistem lama, dan tidak terlibat dalam peristiwa pelanggaran HAM.
Kegiatan yang diberi nama Silaturahmi Akbar; Mahasiswa/Pemuda Sulawesi Selatan se-Indonesia, diinisiasi oleh sejumlah aktivis asal Makassar yang diselenggarakan dengan beragam kegiatan. Terutama diawali dengan melakukan pra wacana terkait “Kepemimpinan Nasional; Mencari Pemimpin yang Bebas dari Isu Masa Lalu,”
“Sadar dengan kejadian masa lalu yang begitu kelam, maka Silaturahmi ini mengangkat tema tentang ‘Kepemimpinan Nasional; Mencari Pemimpin yang Bebas dari Isu Masa Lalu”, pungkas Amir wata selaku SC pada kegiatan tersebut, di D Hotel, Jakarta, Jum’at (28/11).
Menurutnya, berjalannya reformasi 20 tahun ini tampaknya pengungkapan kasus HAM sepertinya masih Stagnant. Pelaku utamanya masih saja berkeliaran. Bahkan, lanjutnya, terus ikut berkompetisi menjadi pemimpin negeri ini.
“Oleh karenanya, 20 tahun berjalannya reformasi ini, rasa-rasanya kita tak ingin kembali pada memorial kelam masa orde baru” lanjut Amir.
Adapun, bunyi Deklarasi tersebut yang dibacakan oleh puluhan pelajar/mahasiswa asal Sulawesi Selatan.
Kami Putra – Putri Sulawesi Selatan dengan ini menyatakan, “Menolak Kepemimpinan yang terindikasi Melanggar HAM
Kami Putra – Putri Sulawesi Selatan mendukung penuh kepemimpinan pro reformasi, Kami Putra – Putri Sulawesi Selatan siap menjaga keutuhan bangsa dan membela NKRI.
Kami Putra – Putri Sulawesi Selatan siap mengawal berlangsungnya pemilu 2019 yang Damai.
Kami Putra – Putri Sulawesi Selatan akan menjadi benteng pertama dalam mengawal kontestasi kepemimpinan nasional yang bersih, jujur dan pemimpin memiliki program penuntasan kasus HAM di Indonesia.”
Aktivis Sulsel yang juga merupakan Ketua Bidang OKK IKAMI SULSEL, Kaharuddin Baso, mengungkapkan kegiatan ini paling tidak menjelaskan secara terang benderang bagaimana peristiwa 1998 waktu itu. Dia merasa bahwa peristiwa reformasi 98 adalah puncak dari kisruh yang sebelumnya terjadi di Makasssar tahun 1996.
“Waktu itu Mahasiswa Makassar juga ada yang meninggal dihantam oleh Aparat, itu yang disebut dengan AMARAH, yang merupakan Akronim dari April Makassar Berdarah. Padahal mahasiswa Makassar waktu itu memperjuangkan apa yang menjadi tuntutan rakyat menurunkan harga BBM” pungkas Kahar dengan tegas di D Hotel, Jakarta, Jum’at (28/11).
Penulis : Ahmad
Editor : Risal
Foto : Amir
Comment