Tinggalkan Luwu Timur, Pria Ini Raih Gelar Doktor di Tanah Rantau

Penalutim.co.id, Jakarta – Lahir dari keluarga miskin di pelosok tanah Luwu Timur, Sulawesi Selatan pada 10 Juni 1972, Lebba Kadorre Pongsibanne harus menjalani kerasnya hidup sejak kecil. Menjalani aktivitas siang dan malam tanpa adanya penerangan listrik dan tranportasi, sudah menjadi hal biasa baginya.

Siapa sangka, di usianya yang masih 7 tahun, Lebba sudah harus mencari penghasilan dengan menjajakan es lilin keliling desa sepulang dari sekolah, dengan upah Rp5,-. Lelah, tentu saja ia jumpai setiap hari. Namun pantang baginya untuk mengeluh terhadap keadaan. Sebab faktanya, Lebba memang tidak mempunyai pilihan jika ingin terus bersekolah dan memiliki uang jajan, selain membantu kedua orang tuanya dengan berjualan keliling desa.

Tidak hanya es lilin, setiap kali libur sekolah, Lebba pergi ke hutan untuk mencari buah jambu dan sayur pakis untuk ia jual ke pasar. Ya, lagi-lagi karena faktor ekonomi keluarga yang membawa langkahnya untuk sekreatif itu. Bagaimanapun caranya, ia akan berupaya membantu orang tuanya yang sangat ia cintai. Padahal, tubuh kecil Lebba kala itu terbilang tidak selayaknya menanggung rasa lelah yang mungkin tidak mampu dilakukan anak kecil lain seusianya. Berangkat dan pulang sekolah dengan berjalan kaki sejauh 15 kilometer, dan setibanya di rumah masih harus berjualan. Rutinitas itu terus ia lakukan hingga ia beranjak remaja dan duduk di bangkus Sekolah Menengah Atas (SMA).

Sesekali, Lebba pernah meratapi kondisi hidupnya yang tidak seberuntung teman-temannya. Namun meratapi keadaan hanya akan membuatnya menjadi lemah dan dekat dengan putus asa. Lebba yang kala itu merasa sangat lelah, mencoba menyemangati dirinya dengan berdoa. Cita-citanya sederhana, hanya ingin membuat kedua orang tuanya bahagia dan bangga.

Waktu pun terus berlalu, hingga di tahun 1991, Lebba memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi di kota Makassar, Sulawesi Selatan. Bukan tanpa perjuangan, Lebba kala itu harus rela menjadi pembantu rumah tangga demi tetap bisa makan, membeli buku dan bayar kost. Lebba tidak pernah merasa gengsi. Baginya, pekerjaan yang ia lakukan adalah halal. “Biarkan saya hina di mata manusia asalkan saya tidak hina di mata Allah Swt. Biarkan saya menjadi pembantu rumah tangga asalkan saya tidak jadi penipu dan pencuri,” ungkap Lebba kepada Penalutim.co.id. Kondisi ini pun ia lalui selama kurang lebih 5 tahun (sampai lulus kuliah).

Dalam prinsipnya kala itu, Lebba hanya ingin mengubah nasib dan mengangkat martabat keluarganya melalui prestasi dan ilmu yang sedang ia kejar.  “Cukuplah orang tua saya mengangkat cangkul dan parangnya baru bisa makan dan menafkahi anak-anaknya. Insya Allah suatu saat saya hanya mengangkat bolpoin, bisa memberi nafkah keluargaku dan menyekolahkan anak-anakku. Kemauan dan cita-cita yang benar sehingga apa yang diharapkan dikabulkan oleh Allah SWT,” ujarnya penuh semangat.

Tidak cepat puas dengan ilmu Perbandingan Agama (PA) yang diperolehnya di bangku Strata Satu (S1) Fakultas Usuludin IAIN Alauddin Ujung Pandang (1996), ia pun kembali melanjutkan studinya dengan menempuh jenjang Magister (S2) Program Pascasarjana Antropologi Universitas Hasanudin (UNHAS) Makasar (2004).

Lalu siapa sangka, setelah menyelesaikan kuliah Lebba yang tak pernah patah semangat pun menduduki posisi dosen di sebuah perguruan tinggi negeri ternama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan beberapa kampus swasta di Jakarta.

Singkat cerita, ia pun kini memimpin salah satu pondok pesantren di Makassar. Bagi Lebba, cara merubah nasib adalah dengan berani hijrah meninggalkan kampung halaman dan meninggalkan kejahilan. Sebab jahil (bodoh) sangatlah dekat dengan kemiskinan. Itulah sebabnya Lebba sangat semangat dan berkeinginan untuk menghijrahkan semua pemuda-pemuda di kampungnya ke dunia keilmuan dan bangkit dari kejahilan. Bahkan ia telah berhasil membawa ratusan putra putri daerah se-Sulawesi Selatan untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi dan membantu putra putri yang kurang mampu untuk mendapatkan beasiswa. Kini, tidak sedikit anak binaanya yang telah sukses di segala bidang dan profesi.

Kasih sayang Allah yang juga bersumber dari ketulusan doa kedua orang tuanya dan kerja keras Lebba, ternyata tidak selesai sampai disitu. Kini pria yang akrab disapa Ustadz Lebba itu pun tengah menanti promosi dari gelar Doktornya yang hanya tinggal menunggu hari. Kesuksesannya dalam berkarir dan menggeluti dunia pendidikan pun terus ia tularkan kepada anak-anak binaannya, keponakannya, dan juga anak kandungnya tercinta yang kini duduk di bangku kuliah Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Bagi Lebba, kesuksesan merupakan hak semua orang dan siapapun mampu untuk meraihnya asal ada kemauan dan upaya yang sungguh-sungguh. “Hargai dan hormati kedua orang tua kita sebelum kita terpisahkan dengan kematian,” ucap Lebba.

 

Penulis : Ning Rahayu

Editor : Risal Mujur

Foto : Lebba Kadorre Pongsibanne

 

Comment