Penalutim.co.id, Jakarta – Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) melakukan rapat koordinasi dengan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) guna mengetahui kendala implementasi program Jaminan Sosial: Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Rapat koordinasi bertajuk ‘Peran Pemerintah Daerah Dalam Implementasi Program Jaminan Sosial’, ini dipimpin anggota DJSN dr. Zaenal Abidin, Subiyanto, Achmad Anshory, dan Soepriyatna, Kamis (27/9/2018) di Jakarta.
Sementara itu, APEKSI diwakili oleh Wakil Walikota Tangerang Selatan Benyamin Davnie, dan dari APKASI diwakili Bupati Pasangkayu Agus Ambo Djiwa. Menghadirkan para pihak BPJS Kesehatan yang diwakili dr. Doni Hendrawan dan Mangisi Raja, serta BPJS Ketenagakerjaan dengan Rudi Yunarto.
Dalam pengantar diskuski, anggota DJSN dari unsur asosiasi pemberi kerja Soeprayitno, menegaskan, pemerintah daerah baik tingkat propinsi maupun kabupaten/kota berperan penting dan strategis dalam mendukung implementasi program jaminan sosial. Kebijakan dan regulasi Pemda menjadi penentu arah keberhasilan JKN dan Jamsos Ketenagakerjaan.
Soeprayitno mengatakan pemerintah telah menerbitkan Inpres No 8 Tahun 2017. Melalui Inpres tersebut Gubernur, Bupati dan Walikota diinstruksikan untuk mendorong terlaksananya program JKN baik dari sisi regulasi, kepesertaan, pelayanan, pembayaran iuran dan pemberian sanksi.
“Tetapi sampai saat ini masih banyak Pemda yang belum memiliki aturan turunan dari Inpres tersebut baik untuk JKN maupun BPJS Ketenagakerjaan,” ungkapnya.
Untuk program JKN masih banyak Pemda yang belum maksimal dalam pendataan penduduk. Ini menyebabkan belum semua penduduk bisa mendaftarkan diri menjadi peserta JKN.
Dari segi pelayanan kesehatan, banyak Puskesmas yang sampai saat ini tidak memiliki tenaga dokter dan tidak memiliki saran prasarana penunjang. Terutama puskesmas yang berada di daerah terpencil atau terbelakang (miskin). Akibatnya puskesmas belum bisa menegakkan diagnosa 144 jenis penyakit dengan benar.
“Ini menyebabkan angka rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat pratama menjadi tinggi. Pasien pun menumpuk di rumah sakit, dan tidak tertangani dengan baik,” lanjutnya.
Apa yang disampaikan DJSN ternyata hampir sama dengan yang dikeluhkan Pemda. Wakil Walikota Tangsel Benyamin mengatakan pelayanan JKN masih banyak dikeluhkan oleh masyarakat.
Mulai dari penolakan pasien oleh sejumlah rumah sakit, banyaknya pasien yang dipaksa pulang meski kondisinya belum layak pulang. Ada juga pasien yang dibebani biaya administrasi, biaya obat dan biaya darah serta banyaknya pasien yang harus menunggu antrian berbulan-bulan untuk mendapatkan tindakan seperti operasi.
Tak hanya untuk JKN, DJSN juga menyebut perhatian Pemda terhadap jaminan sosial ketenagakerjaan juga rendah. Untuk BPJS Ketenagakerjaan ditemukan banyaknya Pemda yang tidak responsif terhadap program pemerintah tersebut.
“Pemda enggan mengalokasikan anggaran untuk BPJS TK mengingat kepesertaan BPJS TK menjadi tanggungjawab perusahaan pemberi kerja,” ungkap Soeprayitno.
Di lingkungan lembaga pemerintah pun masih ditemukan masih ada pegawai yang belum menjadi peserta BPJS TK dengan berbagai alasan.
Pemerintah sendiri telah menargetkan pada 2021, setidaknya 80 persen tenaga kerja sudah menjadi anggota BPJS TK. Tetapi dari 26 juta lebih pekerja saat ini, baru sekitar 7 juta yang menjadi anggota BPJS TK.
Agar pelaksanaan dua program sosial tersebut berjalan optimal, DJSN merekomendasikan perlunya BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat.
Penulis : Risal
Foto : Risal
Comment