Jakarta, Penalutim.com – International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) meluncurkan Laporan Ketimpangan 2016. Laporan Ketimpangan mengukur ketimpangan sosial dari perspektif warga. Laporan Ketimpangan menggunakan metode survei melalui kuesioner dengan responden sebanyak 2010 berasal dari 34 propinsi selama 3 bulan sejak akhir Juli hingga September 2016. Metode riset dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Sampling responden dilakukan melalui multistage random sampling. Responden terpilih mendapatkan pertanyaan dari kuesioner melalui enumerator dalam bentuk wawancara tatap muka. Skala yang digunakan dalam survei memungkinkan untuk dilakukan analisis statistik deskriptif terhadap data.
Laporan ini bertujuan untuk melihat perspektif warga mengenai ketimpangan sosial selama tahun 2015. Warga diminta memberi penilaian terhadap sepuluh ranah ketimpangan yang terdiri atas 1. Kesempatan mendapatkan pekerjaan, 2. Penghasilan, 3. Harga benda yang dimiliki, 4. Rumah atau tempat tinggal, 5. Pendidikan, 6. Kesejahteraan keluarga, 7. Hukum, 8. Keterlibatan dalam politik, 9. Lingkungan tempat tinggal, dan 10. Kesehatan.
Eko Prio Pambudi, Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran pada Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, mengapresiasi langkah INFID dan organisasi masyarakat sipil lain dalam mengangkat isu ketimpangan. “Kementerian Koordinator Perekonomian berupaya mendorong penanganan ketimpangan menjadi sebuah gerakan bersama. Harapannya semua elemen masyarakat dapat membahas ketimpangan secara lebih luas dan mencari solusi terhadap permasalahan seperti pajak berkeadilan, ketimpangan kesehatan, ketimpangan pendidikan, reforma agraria, alokasi lahan pertanian, dan lainnya.”
Bagus Takwin, Koordinator Tim Peneliti menyatakan “Hasil survei menununjukkan ketimpangan dalam hal kesempatan mendapatkan pekerjaan, diikuti dengan penghasilan, dan harta benda merupakan tiga bentuk ketimpangan paling tinggi. Sementara itu, jika didasarkan lokasi, menunjukkan sebagian besar tingkat persepsi warga yang tinggal di Indonesia Timur (Sulawesi, NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat) terhadap sepuluh ranah ketimpangan lebih tinggi ketimbang warga yang tinggal di Indonesia Barat (Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan).”
Bagus yang kesehariannya mengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia menambahkan, “Ada kesamaan persepsi warga Indonesia Barat dan Indonesia Timur terhadap ketimpangan penghasilan. Sebanyak 44,4% warga di Indonesia Timur menilai penghasilannya kurang layak dibandingkan dengan 38,2% warga di Indonesia Barat. Demikian halnya dengan ketimpangan gender, di mana 35% warga di Indonesia Timur mempresepsikan adanya ketimpangan, sementara di Indonesia Barat sebesar 29%.”
Lebih lanjut, Bagus menyatakan, “Secara keseluruhan Indeks Ketimpangan Sosial di tahun 2016 menurun yaitu sebesar 4,4 dibandingkan dengan Indeks Ketimpangan Sosial di tahun 2015 sebesar 5,06. Meskipun menurun dibandingkan tahun sebelumnya, responden masih menilai setidaknya terdapat ketimpangan di 4 dari 10 ranah ketimpangan.”
Siti Khoirun Ni’mah, Program Manager INFID mengusulkan adanya “paket penyelamatan” terutama menanggapi kesempatan kerja dan penghasilan sebagai ranah ketimpangan tertinggi. “Paket penyelamatan” tersebut meliputi 1. Skema penciptaan lapangan kerja yang disponsori pemerintah, 2. Kebijakan pasar tenaga kerja aktif untuk meningkatkan kemampuan kerja, seperti skema re-training, 3. Skema kesejahteraan kerja yang mendorong partisipasi pasar tenaga kerja, 4. Menyelenggarakan program pelatihan sektoral, magang, dan program kerja sambil belajar, dan 5. Berikan insentif yang kuat untuk penciptaan lapangan kerja di dalam kota/kabupaten. Diharapkan melalui program-program tersebut, ketimpangan yang disebabkan oleh kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan menurun.
Sugeng Bahagijo, Direktur Eksekutif INFID menyatakan, “INFID mengapresiasi komitmen pemerintah untuk terus menurunkan ketimpangan. Oleh karena itu, Pengukuran ketimpangan sosial ini merupakan bagian tugas INFID sebagai organisasi masyarakat sipil yang memiliki mandat untuk memantau pembangunan. Laporan IBS merupakan salah satu bentuk audit warga mengenai keadilan sosial yang ada di masyarakat Indonesia. Hasilnya diharapkan menjadi bahan pembanding dan pelengkap pengukuran ketimpangan dalam bentuk lain yang telah dilakukan, seperti gini ratio, yang umum dijadikan indeks dari ketimpangan distribusi pendapatan”.
Editor : Redaksi
Foto : INFID
Comment