Muliakan Diri Dengan Hijab

Opini136 views

 

Oleh : Ning Rahayu S.Ik (Pimpinan Penalutim Institut)

Penalutim.co.id, Jakarta – Ketika perubahan zaman sudah tidak lagi terhiraukan, dan hanya menjadi fenomena yang melarutkan manusia pada efeknya yang berbentuk kebobrokkan.

Dewasa ini, perempuan seolah menjadi ujung tombak merosotnya aqidah dimuka bumi. Kekeliruan antara konsep teoritis dan praktisnya menjadi salah satu bukti bahwa kemurnian aqidah tidak lagi menjadi sesuatu yang diperjuangkan, dan berhenti hanya dititik perbincangan yang adalah omong kosong semata.

Perempuan yang secara fitrah diciptakan dengan pelbagai keistimewaan luar biasa semestinya mampu melakoni perannya yang adalah sebagai kaum istimewa. Mulai dari perasaannya, tutur kata dan nada bicaranya yang lembut yang juga adalah sebagai auratnya, keindahan yang mencakup seluruh bagian tubuhnya, yang semestinya menjadi bagian yang tertutupi dari selain muhrimnya. Dan berhijab adalah salah satu bentuk pemeliharaan diri dan kehormatan yang diperintahkan AllahSWT kepada kaum hawa.

Realita kehidupan seorang muslimah saat ini terkesan jauh dari makna yang sesungguhnya, yang sejatinya seorang muslimah yang baik adalah yang beriman, bershadaqoh, mengerjakan shalat, patuh kepada suami, takut kepada tuhannya, dan yang terpenting yang kerap kali terlalaikan adalah berhijab.

Dimana sudah jelas firman Allah dalam qur’an surah Al-Ahzab ayat 59, bahwa Allah SWT, memerintahkan kepada istri-istri dan anak-anak perempuan nabi untuk menutup seluruh auratnya. Karena dengan demikian seorang perempuan akan terjaga dan mampu dikenal sebagai perempuan yang baik.

Namun saat ini dapat kita saksikan betapa pertunjukkan aurat menjadi hal yang sangat biasa. Gaya hidup seolah menjadi penyebab utama bagi sebagian perempuan yang tidak sadar untuk mengibarkan hijabnya yang sesungguhnya tidak hanya melindunginya, akan tetapi juga mengangkat derajat dan kemuliaannya.

Mereka seolah hanya sibuk memperjuangkan eksistensi dalam mempercantik dirinya melalui salon-salon yang mampu menyulap dirinya hingga seratus delapan puluh derajat, dan dengan pakaian-pakaian trend masa kini yang semakin jauh dari syariat.

Namun menjadi kebanggaan tersendiri bagi wanita-wanita pecinta trend yang jauh dari kesadaran, bak domba-domba tersesat. Karena bagi mereka yang tidak sadar telah mengikuti cara berpakaian wanita-wanita kafir, cantik baginya adalah memamerkan tubuh seksinya, mengobral keindahan rambutnya, dan percaya diri karena merk pakaiannya. Mereka tidak sadar, jika laki-laki mengikutsertakan keindahannya kedalam khayal, merekapun terjatah dosa besar. Karena memang begitu mudahnya menikmati obralan aurat, dan ini mutlak salah wanitanya.

Kemudian betapa mirisnya ketika pendapat-pendapat konyol yang tanpa landasan mengenai perempuan berhijab terobral dengan sangat pesatnya. Seperti halnya pandangan kepada perempuan berhijab sudah harus baik akhlaknya, atau perbaiki akhlak dulu, baru berhijab. Atau bahkan ada yang berpendapat sangat dangkal bahwa dirinya belum mampu menutupi seluruh auratnya lantaran hidayah belum berpihak padanya.

Padahal sesungguhnya, persoalan akhlak merupakan tanggung jawab mutlak seorang makhluk kepada khaliknya, dan seperti yang kita ketahui bahwa akhlak dan sifat manusia berbeda-beda. Ada yang baik dan ada pula yang buruk. Sedangkan berhijab merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslimah. Kemudian bagaimana bisa hidayah datang dengan sendirinya tanpa kita membuka pintu hati, mengejar dan mempersiapkan diri? Karena cahaya matahari tidak akan mungkin masuk kedalam rumah yang pintu dan jendelanya tertutup rapat.

Lalu bukankah segala perilaku dan tindakan kita akan terkontrol otomatis dengan pakaian yang kita kenakan, atau dengan hijab yang kita kibarkan? Dan bukankah dengan berhijab, nada bicara dan kalimat yang kita gunakan akan lebih santun, dan diri akan lebih selektif dalam berperilaku dan bertindak. Itu semua berkat rasa malu yang memang semestinya tertanam dalam diri seorang perempuan. Dengan berhijab berarti sudah ada rasa malu dalam dirinya.

Seperti suatu ketika Ummu Salamah (istri nabi) mendengar sabda suaminya bahwa Allah tidak akan memandang seorang perempuan dihari kiamat yang kain penutup tubuhnya menyeret lantai karena sombong. Kemudian Ummu bertanya, apa yang harus diperbuat seorang perempuan terhadap ujung kainnya? Rasul menjawab, “Hendaknya mereka menjulurkannya sejengkal.” Lalu Ummu bertanya lagi, jika seperti itu bagaimana dengan mata kakinya yang kelihatan? Nabi pun menjawab, “Maka hendaklah mereka menjulurkannya sehasta dan tidak boleh lebih.”

Alangkah baiknya Ummu Salamah yang sedemikian menjaga kehormatan dan rasa malunya, dengan merasa tidak pantas jika mata kakinya terlihat oleh selain muhrimnya, dan memilih mengekorkan kainnya ke belakang agar kaum lelaki yang bukan muhrimnya tidak dapat melihat sesuatupun dari bagian tubuhnya. Sangat berbeda dengan wanita masa kini yang justru mengangkat tinggi-tinggi roknya sesuai selera mereka yang entah alasannya apa? Namun jelas mengundang bencana.

Dalam hal ini yang dimaksud dengan berhijab ialah menutup aurat bagi seorang muslimah sesuai ketentuan yang sudah sangat jelas dalam Al-qur’an. Bukan membungkus tubuh dari ujung kepala hingga ujung kaki, namun tetap mempertontonkan keseksian dengan pakaian yang transparan dan super ketat.

Sejatinya seorang muslimah memang memiliki kecendrungan untuk memperindah dirinya agar terlihat elok dan menarik dihadapan siapapun terkhusus lawan jenisnya yang ia kagumi. Namun sadar atau tidak perempuan di zaman ini banyak sekali yang salah kaprah dalam memahami keindahan dirinya.

Sesungguhnya perempuan diciptakan dengan keindahan diseluruh tubuhnya. Mulai dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Tinggal bagaimana ia menjaga keindahannya dan seberapa jauh ia menjunjung kemuliaan kodratnya sendiri. Hanya saja perempuan-perempuan modern saat ini mengkonsepsikan keindahan dirinya adalah seberapa banyak bagian tubuh yang telah ia pamerkan dan baginya adalah  keindahan yang akan menarik perhatian lawan jenisnya atau minimal memunculkan kebanggaan diri yang semestinya tidak layak untuk dilakukan.

Mulailah detik ini memuliakan diri dengan hijab dan bunga diri (akhlak), dan jadilah seorang perempuan yang bercita-cita tinggi dan terus melangkah dengan hati-hati. Berupayalah agar selalu tetap bertaubat. Jika kembali melakukan dosa, ulangilah taubat dan tetaplah pada posisi yang baik dan jangan biarkan diri terjatuh lagi. Juga jangan pula sekali-sekali merasa frustasi. Sebab Allah tidak akan pernah beranjak dari diri yang senantiasa mengadu dan kembali padaNya, dan akal tidak pernah mengenal penghabisan, tetapi yang dikenal hanyalah upaya dan pelurusan.

Sesungguhnya seorang muslimah yang hidup di dalam rumah sederhana yang duduk menahan lapar dengan rasa ikhlas dan sabar disertai tasbihnya, jauh lebih bahagia ketimbang wanita yang hidup di gedung megah dengan berbagai kemewahan, tetapi tidak mengingat tuhannya dan mengikuti petunjukNya. Karena baginya, dunia untuk selamanya, dan ia lupa bahwa dunia ini hanyalah persinggahan  yang amat sangat singkat waktunya.

Comment